Konsep Merdeka Mengajar Ki Hajar Dewantara
Konsep Merdeka Mengajar pada Kurikulum Merdeka Menurut Ki Hajar Dewantara - mendidik dan mengajar adalah proses memanusiakan manusia, sehingga harus memerdekakan manusia dan segala aspek kehidupan baik secara fisik, fisik, dan rohani. Hal positif yang bisa diterapkan di kelas/sekolah sesuai dengan budaya Jawa/orang Banyumas yang berkarakter seperti tokoh Banyumas yaitu Semar/Bawor yang sifatnya suka momong, walaupun sakti beliau tidak pernah sombong dan selalu memperhatikan akhlak yang mulia (memperhatikan tata krama terhadap orang tua) , juga sayang terhadap yang lebih muda, dekat dengan Tuhan), bekerja itu tidak hanya mengandalkan otak semata, tetapi juga dengan kerja keras, maka dibutuhkan keterpaduan kerja otot dan otak untuk hasil yang maksima, rajin, suka bekerja keras dan cekatan (cancudan: bhs Banyumas).
Sama dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pengembangan budi pekerti (olah cipta, olah karya, olah karsa, dan olah raga) yang terpadu menjadi satu kesatuan. Hasil positif yang sesuai dengan pemikiran KHD yaitu :
1. Prinsip kepmimpinan sebagai seorang guru yaitu Ing ngarso sung tuladho (maka orang tua atau guru sebagai suri tauladan anak dan siswa)
Ing madya mangun karso (yang ditengah memberikan semangat ataupun ide-ide yang mendukung)
Tut wuri handayani (yang di belakangan memberikan motivasi
2. Sistem pendidikan yang dilakukan yaitu menggunakan sistem between atau Among Methode artinya guru itu menjaga, membina dan menididk anak kasih sayang
3.Tri pusat pendidikan yaitu yang mengungkapkan peserta didik adalah keluarga, sekolah dan masyarakat.
4. Asas asas dalam pendidkan ada 5 yaitu :
- Asas Kemerdekaan
- Asas Kodrat Alam
- Asas Kebudayaan
- Asas Kebangsaan
- Asas Kemanusiaan
Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara, berulang kali apa yang disebutnya 'merdekaan dalam belajar'. Dari berbagai literatur, ide ini boleh jadi berawal karena pria bernama Soewardi Surjaningrat menolak praktik pendidikan yang mengandalkan kekerasan dan berjuang menyebarkan konsep pendidikan ala 'Taman Siswa'
Anggota Majelis Luhur Taman Siswa, Ki Priyo Dwiyarso, menjelaskan, makna kemerdekaan belajar yang diusung Ki Hadjar Dewantara yakni bagaimana membentuk manusia harus dimulai dari mengembangkan bakat.
"Jadi yang punya kehendak itu siswanya, bukan pamong gurunya, dosennya, yang tanpa kamu harus jadi hijau, harus jadi merah. Untuk itu kemudian timbul Tut Wuri Handayani
Tut Wuri Handayani berarti mendorong dan menguatkan. Namun, menurut Ki Priyo, cara mendorong dan memberi kekuatan belajar tak boleh boleh saja. Rentang kendali harus tetap ada, agar asa menjadi manusia terap terjaga.
Menurut Ki Priyo, bakat menjadi kiblat bagi sang pendidik. Guru harus memperhatikan apa yang dapat dikembangkan dari anak didiknya. Guru harus jeli menelisik kebutuhan anak didik, mana yang harus diperhatikan, dan apa yang harus dikuatkan
Guna memenuhi kebutuhan pengembangan bakat, kata dia, anak didik harus merasa merdeka. Namun, merdeka yang dimaksud bukan berarti mutlak.
Baca: Kemendikbud: Passion Penting Bagi Siswa SMK
Menurut Ki Priyo, Merdeka Belajar yang diusung Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menjadikan kata 'merdeka' sebagai subjektifitas, sehingga membawa arah pembelajaran menjadi pembohong. Inilah yang menjadikan istilah Merdeka Belajar dirasa kurang pas untuk menjadi dasar pendidikan saat ini
. yang belum membaca ajaran Ki Hadjar tentang merdeka belajar. Sebetulnya lebih pas belajar merdeka. Merdeka belajar sangat mengganggu orang lain atau golongan lain," ujarnya.
Putra dari Ki Hadi Sukitno, tangan kanan Ki Hadjar Dewantara, menuturkan Belajar merdeka itu berarti merdeka atas diri sendiri. Minat dan bakat siswa itu harus merdeka untuk berkembang seluas mungkin. Konsep itu yang dibawa Ki Hadjar Dewantara bagi bangsa ini dengan harapan tak digerus perkembangan zaman. Serta, menjadi cetak biru dalam membangun pendidikan Indonesia.
Angka tidak boleh menjadi tolak ukur dalam pengembangan bakat. Kurikulum jangan dijadikan alat untuk menjajah anak didik. Terjajahnya anak didik dalam kurikulum, malah membunuh pengembangan bakat yang digaungkan oleh pahlawan nasional itu.
"Pikiran kok sampai terjajah? itu artinya ter intelektualisme. Ki Hadjar anti intelektualisme. Dia bilang, saya tidak suka orang yang terlalu intelek tapi membesarkan karakter. Artinya belajar itu terlalu kognitif. Tapi afeksinya, rasanya, kadang-kadang hilang," jelas dia, sembari mengenang sosok Ki Hadjar Dewantara yang terkenal garang di depan kelas.
Ia melanjutkan, pendidikan karakter dalam membangun bakat semakin terasa penting dan tak boleh tersingkirkan. Karakter meruakan kunci utama dalam membangun setiap insan pendidikan.
Guru bisa mengukur kemampuan anak didiknya dengan cara yang lebih deskriptif. Bagi Ki Priyo, uraian kalimat ini dapat menjelaskan seperti apa karakter anak didik yang sesungguhnya. Tinggal bagaimana Nadiem menentukan kebijakan. yang belum genap satu tahun memegang kendali pendidikan Indonesia itu harus memutar Menteri otak.
"Tidak hanya numeratif, tapi juga uraian yang bisa menjelaskan karakter anak yang sebenarnya. Tetapi kemudian tidak memberikan penilaian kepada guru, sehingga saat menilai siswa seperti membuat skripsi, dibuatlah yang lebih sederhana," jelasnya.
Ki Priyo yakin Nadiem memahami bagaimana menjalankan esensi dari konsep belajar merdeka. Sebab, kepemimpinan, Nadiem telah melalui apa yang disebut belajar merdeka ketika menggarap usaha Gojek.
"Buktinya membuat Gojek itu kemerdekaan dia di dalam belajar hidup dan penghidupan. Waktu dia belajar, dia belajar merdeka, kreasi sana sini, begitu lulus, berusaha menghasilkan hasil. Dia tak mau kerja sebagai buruh. Merdekanya di situ," terangnya.
Ki Priyo menyatakan, Ki Hadjar Dewantara sangat memperhatikan bakat dan minat anak dalam belajar. Ini jadi pekerjaan rumah bagi Nadiem untuk mempertahankan budaya belajar merdeka yang diusung Ki Hadjar Dewantara.
Ki Hadjar Dewantara tak pernah mematok anak didiknya di kelas kelak akan menjadi apa. Ki Hadjar Dewantara memerdekakan anaknya saat belajar apapun, berdasarkan bakat mereka. Bekal itulah yang harus dibawa anak Indonesia untuk berdaulat di atas dirinya sendiri. Belajar merdeka dipercaya pula dalam membawa Indonesia sebagai negara yang maju.
Indikator negara maju dapat dilihat dari kemampuan lulusan akademiknya dalam membuka lapangan kerja. Sayang, hal ini belum menjadi pola pikir atau dasar berpikir anak negeri, karena luput dari arti belajar merdeka ala Ki Hadjar Dewantara.
Saat ini, lulusan Indonesia baru menjangkau angka dua persen dalam urusan membuka lapangan kerja. Padahal, idealnya untuk dikatakan sebagai negara maju, harus ada empat persen dari lulusan Indonesia yang bisa membuka lapangan kerja.
"Bahwa kita tidak mencetak lulusan itu untuk menjadi buruh, menjadi tenaga kapitalis, atau sekadar ASN. Seperti namanya belajar merdeka. Membawa mereka, untuk merdeka, dalam arti sesungguhnya," ujar Ki Priyo.
Demikian beberapa hal yang bisa Guru Santai sampaikan semoga bermanfaat dan membantu. Ikuti terus Guru Santai untuk mendapatkan informasi seputar pendidikan menarik lainnya.
0 Response to "Konsep Merdeka Mengajar Ki Hajar Dewantara "
Post a Comment